Momentum Penurunan Suku Bunga The Fed Molor, Rupiah Melemah 5,4%
Monday, April 29, 2024       10:45 WIB

Ipotnews - Momentum penurunan suku bunga bank sentral Amerika Serikat Federal diprediksi semakin mundur menjadi September pada tahun ini, membuat kurs rupiah terus berada dalam tekanan melemah 5,4% terhadap dolar sepanjang tahun berjalan.
Mengutip data aplikasi IPOT , Senin (29/4) pukul 10.14 WIB, kurs rupiah bergerak melemah dari Rp15.399 per dolar AS di akhir tahun lalu menjadi Rp16.235 per dolar AS, turun 836 poin atau 5,4% secara YtD.
Selain itu dalam seminggu terakhir, kurs rupiah bergerak melemah dari Rp16.179 per dolar AS menjadi Rp16.235 per dolar AS, turun 56 poin atau 0,3%.
"Ketidakjelasan arah suku bunga di AS lantaran inflasi masih di atas target bank sentral yang sebesar 2% disertai kuatnya pertumbuhan ekonomi AS memang mendorong spekulasi baru bahwa momentum penurunan suku bunga the Fed akan menjadi lebih lama dari perkiraan sebelumnya, dari perkiraan Maret bergeser ke Juni, lalu bergeser lagi ke September," kata Ekonom senior dan Associate Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia ( LPPI ), Ryan Kiryanto saat dihubungi Ipotnews, Senin (29/4).
Perubahan arah kebijakan moneter AS dan memburuknya ketegangan geopolitik di Timur Tengah dan Eropa membuat dinamika ekonomi keuangan global berubah cepat dengan risiko dan ketidakpastian yang meningkat.
Tingginya inflasi dan kuatnya pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat AS mendorong spekulasi penurunan Fed Funds Rate (FFR) yang lebih kecil dan lebih lama dari prakiraan (high for longer). Proyeksi ini sejalan pula dengan pernyataan para pejabat Federal Reserve System.
Akibatnya, investor global memindahkan portfolionya ke aset yang lebih aman khususnya mata uang dolar AS dan emas, sehingga menyebabkan pelarian modal keluar dan pelemahan nilai tukar di negara berkembang semakin besar.
"Kombinasi eskalasi dampak ketegangan politik di kawasan Timur Tengah dan ketidakpastian arah kebijakan moneter global oleh bank-bank sentral negara maju, terutama The Fe, telah mendorong indeks dolar AS melonjak sehingga menekan mata uang kuat dunia lainnya dan mata uang negara berkembang," pungkas Ariston.
(Adhitya)

Sumber : admin

powered by: IPOTNEWS.COM